
Bila boleh diibaratkan ranah detail tersebut seperti gajah dalam pelupuk mata, tetapi kadang tetap luput dari penglihatan.
Bung Jep
Terdapat proses yang cukup panjang sebelum buku yang layak ada di tangan pembaca. Biasanya proses editing menjadi sorotan. Namun, setelah melewati editor dan sebelum benar-benar terbit, sebuah buku (perlu, dan lebih seringnya begitu) melalui satu proses yang penting, yaitu proofreading.
Dari berbagai sumber yang Bung Jep baca, dan juga berdasarkan pengalaman, proofreading merupakan kegiatan membaca dan memeriksa ulang naskah supaya tidak ada kesalahan-kesalahan penulisan. Biasanya, mungkin ini akan berbeda di setiap penerbit, proofreading dilakukan setelah editing. Orang yang melakukan proofreading disebut proofreader, atau dalam fenomena di lapangan ada yang menyebutnya pemeriksa aksara, dan penyelia aksara. Beberapa penyebutan tersebut tampak memiliki inti yang sama, memeriksa ulang naskah agar benar-benar layak sebelum dipublikasikan.
Pentingnya proofreader bisa bertolak dari dua subjek sekaligus, yaitu dari penulis, dan dari editor. Kadang, ini tidak bermaksud menggeneralisasikan, penulis berposisi sebagai penulis yang telah puas terhadap karyanya. Kepuasan ini seringnya berujung pada perasaan bahwa karya tersebut sudah baik, sudah maksimal, sudah dikerjakan dengan sepenuh tenaga dan cinta. Dalam situasi yang lain, tak jarang tulisan dikerjakan secara terburu-buru, tidak sabar, terdesak deadline, kesibukan di luar menulis dan lain sebagainya. Semuanya membuka peluang untuk terjadinya kesalahan dalam penulisan. Yang diperlukan, secara ideal, penulis sebaiknya berposisi sebagai pembaca sehingga sudut pandang dan tindakannya akan lebih objektif, sekalipun terhadap karya sendiri.
Selanjutnya, tidak jauh berbeda, berlaku pula bagi editor. Seorang editor mungkin sekali terlena. Kata “terlena” dipilih dengan maksud bahwa kesalahan terjadi bukan karena disengaja. Bisa karena faktor lelah sebab pekerjaan menumpuk, sementara deadline mendesak dan tak bisa ditawar. Atau karena faktor-faktor lain yang sifatnya teknis.
Dilihat dari fenomena yang sangat mungkin dialami penulis dan editor tersebutlah, peran proofreader menjadi penting. Proofreader memeriksa yang terlewat, yang luput dari perhatian penulis dan editor. Proofreader bekerja dalam ranah detail, seperti kesalahan ejaan, pemenggalan kata, tanda baca, salah ketik. Bila boleh diibaratkan ranah detail tersebut seperti gajah dalam pelupuk mata, tetapi kadang tetap luput dari penglihatan. Proofreader juga merawat konsistensi penggunaan bahasa si penulis. Selain itu, ia juga memeriksa format penulisan di antaranya penomoran, kesesuaian daftar isi, dan penggunaan spasi.
Meski demikian, bukan berarti setelah melalui proofreading naskah menjadi sempurna. Mungkin kesalahan akan tetap ada. Hal ini tidak lain dan tidak bukan, karena penulis, editor, dan proofreader juga manusia. Sama seperti kamu. Begitu.