aturan penulisan si dan sang

Aturan Penulisan Si dan Sang yang Benar Menurut PUEBI

Ketika berbincang bersama teman atau kerabat, pada suatu kesempatan kalian akan membicarakan seseorang. Entah itu kebaikannya, ketampanannya, jasa-jasanya, isu yang sedang hangat menimpa dirinya, atau bahkan keburukannya. Kalian atau lawan bicara mungkin akan menyebut orang yang sedang dibicarakan dengan menambah embel-embel “si” pada depan nama orangnya.

Kalian juga mungkin pernah membaca judul cerita atau dongeng. Misalnya dongeng tentang kancil. Penyebutan kancil biasanya juga menyertakan “si”, menjadi “si kancil”. “Si kancil pencuri timun” atau sejenisnya.

Selain itu, kalian tentu juga pernah mendengar orang dalam menyebut Tuhan menyertakan kata “sang”. Kedua kata tersebut, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia termasuk kata sandang. Kata “si” dan “sang” mempunyai makna tertentu. Kedua kata tersebut penulisannya berada pada depan nama diri, yang bisa mempunyai konotasi akrab ataupun kurang hormat.

Kata “si” bisa tergolong kata untuk mengkhususkan orang yang melakukan atau terkena sesuatu. Fungsi lain adalah, kata “si” bisa sebagai sebutan, pujian, panggilan, atau hal buruk seperti ejekan. “Si” juga seperti yang sudah disebutkan, bisa untuk binatang. Tidak jauh berbeda dengan “si”, kata sandang “sang” juga punya fungsi yang kurang lebih sama. Lalu, bagaimana aturan penulisan “si” dan “sang” yang benar?

A. Terpisah dengan kata yang mengikutinya
  1. Si pencuri gagal tertangkap.
  2. Si pecundang tidak pantas mendapatkan hormat.
  3. Lelaki itu melihat sang istri.
B. Kata yang mengikuti kapital apabila berupa nama julukan, nama orang, atau tokoh dalam fiksi
  1. Si Pintar mendapatkan peringkat satu.
  2. Si Bego jatuh ke dalam jurang.
C. Kata sandang “sang” kapital apabila mengarah ke unsur Ketuhanan
  1. Kau harus selalu berserah diri kepada Sang Pencipta.
  2. Umat Hindu memuja Sang Hyang Widhi Wasa.
  3. Kita harus percaya kepada Sang Juru Selamat, Yesus Kristus.

Nah, itulah aturan penulisan “si” dan “sang” yang benar menurut aturan PUEBI, kapan harus kapital, kapan tidak. Apakah kalian masih bingung? Semoga artikel ini dapat membantu. Salam.


Kontributor : Risen Dhawuh Abdullah

Artikel Terbaru

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *