Kalian tentunya tidak asing dengan catatan kaki. Catatan kaki kebanyakan digunakan untuk tulisan yang sifatnya ilmiah, misalnya makalah ilmiah, skripsi, tesis, dll.
Walau demikian nyatanya ada juga jenis tulisan lain yang menggunakan catatan kaki. Misalnya cerpen, novel, atau bahkan puisi. Terkadang ada kata-kata yang perlu penjelasan lebih lanjut tapi tidak dapat dijelaskan dalam tulisan itu sendiri.
Penggunaan catatan kaki memudahkan pembaca memahami konteks yang ada dalam tulisan yang dibacanya. Hanya saja ketika kalian menulis catatan kaki, ternyata tidak boleh sembarangan dan tidak semudah yang dibayangkan.
Ada ketentuan yang harus kalian perhatikan dan penuhi. Dilansir dari buku Panduan Penyusunan Kutipan & Daftar Pustaka LIPI Press (2019) via narabahasa.id (4/8/2022) catatan kaki merupakan catatan pengacuan, rujukan, penjelasan, atau komentar yang diletakkan di dasar halaman teks tercetak.
Lalu, mengenai penulisannya, catatan kaki terletak pada akhir halaman dengan superskrip, yakni ‘tanda pembeda yang dituliskan di sebelah atas suatu lambang’.
Contohnya seperti ini: ³Gorys Keraf, Argumentasi dan Narasi (Jakarta: Gramedia, 1982), hlm. 25. Di situ, terdapat nama penulis, judul dokumen yang dirujuk, tempat dan tahun penerbitan, serta jilid dan nomor halaman.
Kalian perlu mengingat, bahwa nama penulis yang baru pertama kali disebut, tidak perlu dibalik. Ini tentunya berbeda dengan tata cara penulisan yang ada pada daftar pustaka. Selain itu yang membedakan dengan daftar pustaka adalah penggunaan tanda koma.
Nama penulis dan judul dokumen dipisahkan bukan oleh tanda titik, melainkan tanda koma.
Terlepas dari penjelasan di atas, apakah kalian pernah membaca singkatan Ibid., Op.cit., dan Loc.cit. di catatan kaki? Apa fungsinya? Berikut penjelasannya!
1. Ibid.
Ibid. digunakan ketika sebuah karya telah dirujuk dalam nomor sebelumnya pada catatan kaki.
¹Gorys Keraf, Argumentasi dan Narasi (Jakarta: Gramedia, 1982), hlm. 25.
²Ibid. hlm. 26.
Apabila halaman yang dirujuk adalah halaman yang sama, kita cukup menulis Ibid. saja.
2. Op. cit.
Op. cit. digunakan ketika sebuah karya telah dirujuk dalam nomor sebelumnya pada catatan kaki, tetapi diselingi dengan karya lain.
¹Gorys Keraf, Argumentasi dan Narasi (Jakarta: Gramedia, 1982), hlm. 25.
²Sabarti Akhadiah, Maidar G. Arsjad, dan Sakura H. Ridwan, Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia (Jakarta: Erlangga, 1988), hlm. 35.
³Keraf op. cit. hlm. 30.
Apabila halaman yang dirujuk adalah halaman yang sama, kita cukup menulis op. cit saja.
3. Loc. cit.
Loc. cit. digunakan ketika sebuah karya dalam antologi, majalah, ensiklopedia, atau kumpulan karya lainnya telah disebutkan dalam nomor sebelumnya pada catatan kaki, tetapi diselingi dengan catatan kaki dari sumber yang berbeda.
¹Robert Ralph Bolgar, “Rhetoric,” Encyclopaedia Britannica (1970), XIX, 257–260.
²Keraf, Komposisi (Jakarta: Gramedia, 1981), hlm. 125.
³Bolgar, loc. cit., hlm. 260.
Nah, itulah keterangan mengenai catatan kaki, Ibid., Op.Cit., serta Loc.Cit. Apakah keterangan yang sudah ada cukup menjelaskan?
Sumber referensi:
narabahasa.id/keterampilan-bahasa/menulis-catatan-kaki/
Kontributor : Risen Dhawuh Abdullah