Sudah bukan menjadi hal asing lagi bila kata sambung menjadi bahasan yang sering kita dengar. Kata sambung mempunyai fungsi yang sangat penting dalam bahasa Indonesia. Kata sambung menghubungkan anak kalimat dengan induk kalimat dalam kalimat majemuk bertingkat.
Induk kalimat cenderung memiliki gagasan utama yang ingin disampaikan dalam sebuah kalimat. Sementara itu anak kalimat berlaku sebagai penjelas daripada gagasan utama. Nah, untuk menghubungkan keduanya dibutuhkan kata sambung. Hanya saja kata sambung yang dipakai tidak lebih daripada dua. Apa contoh kata sambung?
Misalnya kata jika dan maka. Kita masih sering mendapati sebuah kalimat yang mengandung dua kata tersebut. Penggunaan keduanya secara bersamaan justru hanya akan menimbulkan kebingungan. Apakah masih bingung? Coba simak keterangan berikut:
Dion senang jika memiliki buku.
Dion senang pada kalimat tersebut merupakan induk kalimat, sementara jika memiliki buku merupakan anak kalimat. Struktur kalimat majemuk bertingkat bisa dibalik dengan meletakkan anak kalimat di depan induk kalimat dengan dipisah oleh tanda koma.
Jika memiliki buku, Dion senang.
Konsep penggunaan tanda koma (,) inilah yang kemudian mengundang salah kaprah. Orang berpikiran, jika ada tanda koma harus ada kata maka, sebab di awal ada kata jika. Dengan kata lain jika-maka digunakan dalam satu kalimat.
Dengan penulisan yang demikian membuat kalimat tersebut kehilangan induk kalimat, mengapa? Sebab ciri anak kalimat adalah didahului oleh kata sambung.
Selain pasangan jika–maka, pasangan kata sambung lain yang juga sering (salah) digunakan sekaligus antara lain adalah meskipun–tetapi, walaupun–namun, dan karena–maka. Intinya, jika penggunaan jika-maka secara bersamaan, tidak diperbolehkan dalam kalimat majemuk bertingkat!
Sampai sini paham?
Kontributor : Risen Dhawuh Abdullah